Sawerigading,
Dimulai ketika para dewa dilangit
bermufakat untuk mengisi dunia ini dengan mengirim Batara Guru
anak patotoe di langit dan Nyilitomo anak guru ri Selleng di peretiwi
(dunia bawah) untuk menjadi penguasa di bumi. Dari perkawinan
keduanya lahirlah putra mereka yang bernama Batara Lattu’, yang kelak
menggantikan ayahnya penguasa di Luwu. Dari perkawinan Batara
Guru dengan beberapa pengiringnya dari langit serta pengiring We
Nyilitomo dari peretiwi lahirlah beberapa putra mereka yang kelak
menjadi penguasa di daerah-daerah Luwu sekaligus pembantu Batara
Lattu’.
Setelah Batara Lattu’ cukup dewasa, ia dikawinkan dengan We
Datu Sengeng, anak La Urumpassi bersama We Padauleng
ditompottikka. Sesudah itu Batara Guru bersama isteri kembali kelangit.
Dari perkawinan keduanya lahirlah sawerigading dan tenriabeng sebagai
anak kembar emas yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan .
Berdasarkan pesan Batara Guru, kedua anak kembar itu harus
dibesarkan terpisah agar kelak bila mereka menjadi dewasa tidak akan
saling jatuh cinta.
Namun demikian suratan menentukan yang lain, sebab dirantau
Sawerigading mendapat keterangan bahwa ia mempunyai seorang
saudara kembar wanita yang sangat cantik, We Tenriabeng namanya.
Sejak itu hatinya resah hinggah pada suatu waktu ia berhasil
melihatnya dan langsung jatuh cinta serta ingin mengawininya. Maksud
itu mendapat tentangan kedua orang tuanya bersama rakyat banyak,
karena kawin bersaudara merupakan pantangan yang jika dilanggar
akan terjadi bencana terhadap negeri, rakyat dan tumbuh-tumbuhan
serta seluruh negeri kebingungan.
Melalui suatu dialog yang panjang, berhasil juga We Tenriabeng
membujuk saudaranya untuk berangkat ke negeri Cina memenuhi
jodohnya di sana, I We Cudai namanya. Wajah dan perwakannya sama
benar dengan We Tenriabeng. Pada waktu Sawerigading berangkat ke
Cina, We Tenriabeng sendiri naik kelangit dan kawin dengan
tunangannya di sana bernama Remmang ri Langi. Dengan mengatasi
hambatan demi hambatan, akhirnya berhasil juga Sawerigading
mengawini I We Cudai yang tunangannya, Settiaponga sudah lebih
dahulu dikalahkan, dalam suatu pertempuran di tangah laut dalam
perjalananmenuju ke Cina. Mereka hidup rukun damai dan memperoleh
tiga orang anak yaitu : I La Galigo , I Tenridia dan Tenribalobo. Dari
seorang selirnya [ I We Cimpau ], Sawerigading memperoleh seorang
anak bernama We Tenriwaru.
Dalam pada itu La Galigo pun menjadi dewasa, merantau,
menyabung, kawin, berperang dan memperoleh anak. Pada suatu ketika
I We Cudai ingin berkunjung ke negeri suaminya, menjumpai mertua
yang belum pernah dilihatnya. Sawerigading bimbang mengingat akan
sumpahnya dahulu, ketika hendak bertolak ke Cina, bahwa seumur
hidupnya tidak akan lagi menginjakkan kaki lagi ditanah Luwu, tetapi
sayang akan isteri, anak dan cucu dibiarkan berlayar sendiri tanpa
ditemani, akhirnya iapun ikut serta. Setiba di Luwu, Patotoe
menetapkan akan menghimpun segenap keluarganya di Luwu. Dalam
pertemuan keluarga besar itulah ditetapkan bahwa keturunan dewadewa
yang ada di bumi harus segera kembali kelangit atau peretiwi
dengan masing-masing seorang wakil.
Tidak lama setelah para kaum keluarga pulang ke negerinya
masing-masing Sawerigading bersama anak, isteri dan cucunya pulang
ke Cina. Di tengah jalan tiba-tiba perahunya meluncur turun ke
peretiwi. Di sana ternyata disambut gembira penguasa untuk
menggantikan neneknya sebagai raja peretiwi.
Di peretiwi ia masih memperoleh seorang anak yang kemudian
kawin dengan anak We Tenriabeng di langit, yang selanjutnya dikirim ke
Luwu untuk menjadi raja di sana. Akhirnya tibalah saatnya pintu langit
ditutup sehingga penguasa yang ada di peretiwi tidak lagi leluasa pulang
pergi, dengan ketentuan sewaktu-waktu kelak akan dikirim utusan
untuk memperbarui darah mereka sebagai penguasa.
Beberapa Pandangan tentang Cerita Sawerigading
Dipandang dari berbagai sudut, beberapa ahli telah
mengemukakan pendapatnya tentang cerita Sawerigading.
Sawerigading adalah nama seorang putera raja Luwu, dari Kerajaan Luwu Purba. Nama ini dikenal melalui cerita dan kisah dari sastra La Galigo. Nama Sawerigading ini dikenal sebagai seorang laki-laki perkasa, yang kekuatannya luar biasa. Sawerigading melalui epik La Galigo dikisahkan dua bersaudara kembar yakni Sawerigading dan We Tenriabeng. Kedua bersaudara kembar ini adalah anak dari raja Luwu Batara Lattu. Sawerigading dan We Teriabeng masa kecilnya dibesar diberbeda tempat, setelah dewasa baru mereka bertemu dan jatuh cinta pada adik kandungnya, tetapi hukum tidak membolehkan menyunting saudaranya. Gusar dan kesedihan hati Sawerigading, menyebabkan ia memutuskan meniggalkan tanah Luwu dan bersumpah tidak akan kembali selama hidupnya. Ia pergi berlayar, mengembara berkeliling dikepulauan Bahari sampai ke Negeri Tingkok.
Isi hikayat La Galigo
Epik ini dimulai dengan penciptaan dunia. Ketika dunia ini kosong (merujuk kepada Sulawesi Selatan), Raja Di Langit, La Patiganna, mengadakan suatu musyawarah keluarga dari beberapa kerajaan termasuk Senrijawa dan Peretiwi dari alam gaib dan membuat keputusan untuk melantik anak lelakinya yang tertua, La Toge’ langi’ menjadi Raja Alekawa (Bumi) dan memakai gelar Batara Guru. La Toge’ langi’ kemudian menikah dengan sepupunya We Nyili’timo’, anak dari Guru ri Selleng, Raja alam gaib. Tetapi sebelum Batara Guru dinobatkan sebagai raja di bumi, ia harus melalui suatu masa ujian selama 40 hari, 40 malam. Tidak lama sesudah itu ia turun ke bumi, yaitu di Ussu’, sebuah daerah di Luwu’, sekarang wilaya Luwu Timur dan terletak di Teluk Bone.
Batara Guru kemudian digantikan oleh anaknya, La Tiuleng yang memakai gelar Batara Lattu’. Ia kemudian mendapatkan dua orang anak kembar yaitu Lawe atau La Ma’dukelleng atau Sawerigading (Putera Ware’) dan seorang anak perempuan bernama We Tenriyabeng. Kedua anak kembar itu tidak dibesarkan bersama-sama. Sawerigading ingin menikahi We Tenriyabeng karena ia tidak tahu bahwa ia masih mempunyai hubungan darah dengannya. Ketika ia mengetahui hal itu, ia pun meninggalkan Luwu’ dan bersumpah tidak akan kembali lagi. Dalam perjalannya ke Kerajaan Tiongkok, ia mengalahkan beberapa pahlawan termasuklah pemerintah Jawa Wolio yaitu Setia Bonga. Sesampainya di Tiongkok, ia menikah dengan putri Tiongkok, yaitu We Cudai.
Sawerigading digambarkan sebagai seorang kapten kapal yang perkasa dan tempat-tempat yang dikunjunginya antara lain adalah Taranate (Ternate di Maluku), Gima (diduga Bima atau Sumbawa), Jawa Rilau’ dan Jawa Ritengnga, Jawa Timur dan Tengah), Sunra Rilau’ dan Sunra Riaja (kemungkinan Sunda Timur dan Sunda Barat) dan Melaka. Ia juga dikisahkan melawat surga dan alam gaib. Pengikut-pengikut Sawerigading terdiri dari saudara-maranya dari pelbagai rantau dan rombongannya selalu didahului oleh kehadiran tamu-tamu yang aneh-aneh seperti orang bunian, orang berkulit hitam dan orang yang dadanya berbulu.
Sawerigading adalah ayah I La Galigo (yang bergelar Datunna Kelling). I La Galigo, juga seperti ayahnya, adalah seorang kapten kapal, seorang perantau, pahlawan mahir dan perwira yang tiada bandingnya. Ia mempunyai empat orang istri yang berasal dari pelbagai negeri. Seperti ayahnya pula, I La Galigo tidak pernah menjadi raja.
Anak lelaki I La Galigo yaitu La Tenritatta’ adalah yang terakhir di dalam epik itu yang dinobatkan di Luwu’.
Isi epik ini merujuk ke masa ketika orang Bugis bermukim di pesisir pantai Sulawesi. Hal ini dibuktikan dengan bentuk setiap kerajaan ketika itu. Pemukiman awal ketika itu berpusat di muara sungai dimana kapal-kapal besar boleh melabuh dan pusat pemerintah terletak berdekatan dengan muara. Pusat pemerintahannya terdiri dari istana dan rumah-rumah para bangsawan. Berdekatan dengan istana terdapat Rumah Dewan (Baruga) yang berfungsi sebagai tempat bermusyawarah dan tempat menyambut pedagang-pedagang asing. Kehadiran pedagang-pedagang asing sangat disambut di kerajaan Bugis ketika itu. Setelah membayar cukai, barulah pedagang-pedagang asing itu boleh berniaga. Pemerintah selalu berhak berdagang dengan mereka menggunakan sistem barter, diikuti golongan bangsawan dan kemudian rakyat jelata. Hubungan antara kerajaan adalah melalui jalan laut dan golongan muda bangsawan selalu dianjurkan untuk merantau sejauh yang mungkin sebelum mereka diberikan tanggung jawab. Sawerigading digambarkan sebagai model mereka.
La Galigo di Sulawesi Tengah
Nama Sawerigading I La Galigo cukup terkenal di Sulawesi Tengah. Hal ini membuktikan bahwa kawsan ini mungkin pernah diperintah oleh kerajaan purba Bugis yaitu Luwu’.
Sawerigading dan anaknya I La Galigo bersama dengan anjing peliharaanya, Buri, pernah merantau mengunjungi lembah Palu yang terletak di pantai barat Sulawesi. Buri, yang digambarkan sebagai seekor binatang yang garang, dikatakan berhasil membuat mundur laut ketika I La Galigo bertengkar dengan Nili Nayo, seorang Ratu Sigi. Akhirnya, lautan berdekatan dengan Loli di Teluk Palu menjadi sebuah danau iaitu Tasi’ Buri’ (Tasik Buri).
Berdekatan dengan Donggala pula, terdapat suatu kisah mengenai Sawerigading. Bunga Manila, seorang ratu Makubakulu mengajak Sawerigading bertarung ayam. Akan tetapi, ayam Sawerigading kalah dan ini menyebabkan tercetusnya peperangan. Bunga Manila kemudian meminta pertolongan kakaknya yang berada di Luwu’. Sesampainya tentara Luwu’, kakak Bunga Manila mengumumkan bahwa Bunga Manila dan Sawerigading adalah bersaudara dan hal ini mengakhiri peperangan antara mereka berdua. Betapapun juga, Bunga Manila masih menaruh dendam dan karena itu ia menyuruh anjingnya, Buri (anjing hitam), untuk mengikuti Sawerigading. Anjing itu menyalak tanpa henti dan ini menyebabkan semua tempat mereka kunjungi menjadi daratan.
Kisah lain yang terdapat di Donggala ialah tentang I La Galigo yang terlibat dalam adu ayam dengan orang Tawali. Di Biromaru, ia mengadu ayam dengan Ngginaye atau Nili Nayo. Ayam Nili Nayo dinamakan Calabae sementara lawannya adalah Baka Cimpolo. Ayam I La Galigo kalah dalam pertarungan itu. Kemudian I La Galigo meminta pertolongan dari ayahnya, Sawerigading. Sesampainya Sawerigading, ia mendapati bahwa Nili Nayo adalah bersaudara dengan I La Galigo, karena Raja Sigi dan Ganti adalah sekeluarga.
Di Sakidi Selatan pula, watak Sawerigading dan I La Galigo adalah seorang pencetus tamadun dan inovasi.
La Galigo di Sulawesi Tenggara
Ratu Wolio pertama di Buntung di gelar Wakaka, dimana mengikut lagenda muncul dari buluh (bambu gading). Terdapat juga kisah lain yang menceritakan bahwa Ratu Wolio adalah bersaudara dengan Sawerigading. Satu lagi kisah yang berbeda yaitu Sawerigading sering ke Wolio melawat Wakaka. Ia tiba dengan kapalnya yang digelar Halmahera dan berlabuh di Teluk Malaoge di Lasalimu.
Di Pulau Muna yang berdekatan, pemerintahnya mengaku bahwa ia adalah adalah keturunan Sawerigading atau kembarnya We Tenriyabeng. Pemerintah pertama Muna yaitu Belamo Netombule juga dikenali sebagai Zulzaman adalah keturunan Sawerigading. Terdapat juga kisah lain yang mengatakan bahwa pemerintah pertama berasal dari Jawa, kemungkinan dari Majapahit. Permaisurinya bernama Tendiabe. Nama ini mirip dengan nama We Tenyirabeng, nama yang di dalam kisah La Galigo, yang menikah dengan Remmangrilangi’, artinya, ‘Yang tinggal di surga’. Ada kemungkinan Tendiabe adalah keturunan We Tenyirabeng. Pemerintah kedua, entah anak kepada Belamo Netombule atau Tendiabe atau kedua-duanya, bernama La Patola Kagua Bangkeno Fotu.
Sementara nama-nama bagi pemerintah awal di Sulawesi Tenggara adalah mirip dengan nama-nama di Tompoktikka, seperti yang tercatat di dalam La Galigo. Contohnya Baubesi (La Galigo: Urempessi). Antara lainnya ialah Satia Bonga, pemerintah Wolio(La Galigo: Setia Bonga).
La Galigo di Gorontalo
Legenda Sawerigading dan kembarnya, Rawe, adalah berkait rapat dengan pembangunan beberapa negeri di kawasan ini. Mengikut legenda dari kawasan ini, Sarigade, putera Raja Luwu’ dari negeri Bugis melawat kembarnya yang telah hidup berasingan dengan orangtuanya. Sarigade datang dengan beberapa armada dan melabuh di Tanjung Bayolamilate yang terletak di negeri Padengo. Sarigade mendapat tahu bahwa kembarnya telah menikah dengan raja negeri itu yaitu Hulontalangi. Karena itu bersama-sama dengan kakak iparnya, ia setuju untuk menyerang beberapa negeri sekitar Teluk Tomini dan membagi-bagikan kawasan-kawasan itu. Serigade memimpin pasukan berkeris sementara Hulontalangi memimpin pasukan yang menggunakan kelewang. Setelah itu, Sarigade berangkat ke Tiongkok untuk mencari seorang gadis yang cantik dikatakan mirip dengan saudara kembarnya. Setelah berjumpa, ia langsung menikahinya.
Terdapat juga kisah lain yang menceritakan tentang pertemuan Sawerigading dengan Rawe. Suatu hari, Raja Matoladula melihat seorang gadis asing di rumah Wadibuhu, pemerintah Padengo. Matoladula kemudian menikahi gadis itu dan akhirnya menyadari bahwa gadis itu adalah Rawe dari kerajaan Bugis Luwu’. Rawe kemudiannya menggelar Matoladula dengan gelar Lasandenpapang.
La Galigo di Malaysia dan Riau
Kisah Sawerigading cukup terkenal di kalangan keturunan Bugis dan Makasar di Malaysia. Kisah ini dibawa sendiri oleh orang-orang Bugis yang bermigrasi ke Malaysia. Terdapat juga unusur Melayu dan Arab diserap sama.
Pada abad ke-15, Melaka di bawah pemerintahan Sultan Mansur Syah diserang oleh ‘Keraing Semerluki’ dari Makassar. Semerluki yang disebut ini berkemungkinan adalah Karaeng Tunilabu ri Suriwa, putera pertama kerajaan Tallo’, dimana nama sebenarnya ialah Sumange’rukka’ dan beliau berniat untuk menyerang Melaka, Banda dan Manggarai.
Perhubungan yang jelas muncul selepas abad ke-15. Pada tahun 1667, Belanda memaksa pemerintah Goa untuk mengaku kalah dengan menandatangani Perjanjian Bungaya. Dalam perjuangan ini,Goa dibantu oleh Arung Matoa dari Wajo’. Pada tahun berikutnya, kubu Tosora dimusnahkan oleh Belanda dan sekutunya La Tenritta’ Arung Palakka dari Bone. Hal ini menyebabkan banyak orang Bugis dan Makassar bermigrasi ke tempat lain. Contohnya, serombongan orang Bugis tiba di Selangor di bawah pimpinan Daeng Lakani. Pada tahun 1681, sebanyak 150 orang Bugis menetap di Kedah. Manakala sekitar abad ke-18, Daeng Matokko’ dari Peneki, sebuah daerah di Wajo’, menetap di Johor. Sekitar 1714 dan 1716, adiknya, La Ma’dukelleng, juga ke Johor. La Ma’dukelleng juga diberi gelar sebagai pemimpin bajak laut oleh Belanda.
Keturunan Opu Tenriburong memainkan peranan penting dimana mereka bermukim di Kuala Selangor dan Klang keturunan ini juga turut dinobatkan sebagai Sultan Selangor dan Sultan Johor. Malahan, kelima-lima anak Opu Tenriburong memainkan peranan yang penting dalam sejarah di kawasan ini. Daeng Merewah menjadi Yang Dipertuan Riau, Daeng Parani menikah dengan puteri-puteri Johor, Kedah dan Selangor dan juga ayanhanda kepada Opu Daeng Kamboja (Yang Dipertuan Riau ketiga), Opu Daeng Menambun (menjadi Sultan Mempawah dan Matan), Opu Daeng Cella’ (menikah dengan Sultan Sambas dan keturunannya menjadi raja di sana).
Pada abad ke-19, sebuah teks Melayu yaitu Tuhfat al-Nafis mengandung cerita-cerita seperti di dalam La Galigo. Walaubagaimanapun, terdapat perubahan-perubahan dalam Tuhfat al-Nafis seperti permulaan cerita adalah berasal dari Puteri Balkis, Permaisuri Sheba dan tiada cerita mengenai turunnya keturunan dari langit seperti yang terdapat di dalm La Galigo. Anak perempuannya, Sitti Mallangke’, menjadi Ratu Selangi, sempena nama purba bagi pulau Sulawesi dan menikah dengan Datu Luwu’. Kisah ini tidak terdapat dalam La Galigo. Namun demikian, anaknya, yaitu Datu Palinge’ kemungkinan adalah orang yang sama dengan tokoh di dalam La Galigo.
Sumber, http://id.wikipedia.org/wiki/La_Galigo
Sawerigading adalah tokoh utama dalam naskah la galigo meskipun bukan sebagai tokoh yang paling banyak berperan dalam pengisi alur dari awal sampai akhir dalam epos la galigo. Tetapi Sawerigading lah awal dari segala penyebab terjadinya semua peristiwa dan kejadian dalam epos la galigo.
Berdasarkan silsilah menerangkan bahwa Sawerigading adalah Cucu dari bataraguru yang mempunyai nama asli la togeq langiq penguasa bumi Sedangkan Nenek Sawerigading berasal dari kerajaan Buriq Liu (Kerajaan Bawah Laut/Air) Ketika Batara guru pertama kali Turun Ke bumi ia ditempatkan di atas bambu Betung nah dari sinilah asal muasal Nama Sawerigading yang dimana terdiri dari 2 kosa Kata yakni Sawe dan Ri Gading yang dimana Sawe Artinya Menetas Dan Ri Gading yang artinya Di atas bambu betung. jadi Arti Sawerigading yakni Keturunan Dari Orang Yang menetas diatas Bambu Betung. Kemudian Bataraguru mempunyai anak yang bernama Batara Lattuq yakni Bapak Sawerigading yang selanjutnya menjadi Cikal bakal Raja-raja Dibumi (kerajaan luwuq/bugis)
Nama-nama lain Sawerigading yang sering muncul dalam Epos La Galigo yakni, To Appanyompa (Orang yang disembah), La Maddukelleng, Langiq paewang (sang penggoyah langit), Pamadeng lette (Pemadam halilintar), Sawe Ri sompa (Keturunan Orang yang disembah), La Pura Eloq (Orang Yang tak terbantahkan kemauannya), La Datu Lolo (Raja Muda), La Oro Kelling (Orang Oro kelling), La Tenritappuq (orang yang tak terkalahkan)
Karena itu dalam diri Sawerigading memiliki darah murni sang dewata sebagai perpaduan antara Dewa Langit (Binting Langiq) dan Dewa bawah laut (Buriq Liu) yang ditempatkan di bumi sebagai penguasa. Karena anak dewa ini telah menjelma menjadi manusia maka seluruh kegiatannya dimuka bumi dilakukan dalam bentuk kehidupan manusia secara normal. Dengan demikian seorang tokoh Sawerigading mempunyai dua Sifat yakni Sifat nya sebagai anak dewa yang memiliki kemahakuasaan dan sifat kemanusiaannya yang nampak dalam aktifitas kesehariannya sebagai manusia
Bagaimana Seorang anak dewa yang menghidupkan Orang-orangyang yang telah Mati setelah selesai berperang hanya dengan sesajen dan setuhan dari keris Sawerigading, Mendatangkan dan menghentikan amukan alam yang sangat ganas hanya dengan telunjuk Sawerigading, Sawerigading mampu berkomunikasi dengan binatang seperti halnya Sawerigading berkomunikasi dengan seekor Burung yang bernama La Dunru yang menyuruhnya menyampaikan pesan ke We TEnriabeng untuk naik ke botting Langiq untuk melaksanakan pernikahannya. Semua kejadian-kejadian tersebut membuktikan kebesaran dan kemahakuasaan Sawerigading dalam keturunan Dewa. Itulah sebabnya ia diberikan gelar Pamadeng Lette (Sang Pemadam Halilintar), Langiq Paewang (Sang Penggoyah Langit).
Karena Sawerigading telah menjelma sebagai manusia di bumi, maka ia tak lebih dari manusia-manusia lainnya yang berada di bumi yang dimana mempunyai kekurangan-kekuarangan sebagai manusia bumi. Bukti kemanusiaan Sawerigading ketika pada peperangan yang membuat sawerigading meminta bantuan kepada penguasa langit yang dimana Remmang ri langiq suami dari We Tenriabeng turun kebumi untuk membantu sawerigading untuk berperang saat Remmang ri langiq tiba di bumi, ia langsung memerintahkan Sawerigading untuk menyembah Remmang ri langiq sebanyak tiga kali sebagai bukti kemanusiaan sawerigading dengan pengakuan eksistensi ke dewaan Remmang ri langiq.
Sawerigading merupakan sosok manusia bugis yang mempunyai watak yang berdimensi ganda yakni cinta dan dendam, benci dan saying, tegar dan cengeng, lembut dan kasar, halus dank eras sejauh mana sifat tersebut mengejawantan dari pribadi sawerigading, bergantung dari rangsangan-rangsangan yang diterimanya dari luar ia tidak menerima kompromi hanya ada dua pilihan hitam atau putih
Karena itu, gambaran tentang sawerigading tidaklah sesempurnah dengan tokoh-tokoh pangeran yang seperti kita dengar sebelumnya. Kadang-kadang ia sangatlah cengeng sampai menangis terisak-isak lalu ia ditergur oleh pengawalnya agar ia berhenti dan tegap menghadapi kenyataan hidup dengan tegar. Hal seperti ini dapat dilihat ketika cinta sawerigading kepada adik kembarnya we tenriabeng ditolak oleh dewan adapt. Sawerigading juga memiliki sifat yang mudah tersinggung, emosianal, dan sering mengamuk sambil bembabi buta bila perasaan atau sirinya tampa mempertimbangkan resikonya.
Namun sebagai seorang pangeran ia juga memiliki sifat kejantanan dan keperkasaan. Sebagai putra bangsawan sawerigading seorang tokoh yang besar sebagai salah satu tanda kebesaran sawerigading ia selalu menggunakan pakaian kebesaran raja yang semua terbuat dari emas, berupa paying kebesaran yang terbuat dari emas, cincin emas yang semuanya rutun dari langit yang dibawah oleh leluhurnya, dipinggangnya selalu melekat keris emas sebagai symbol keberanian dan kejantangannya.
Ada 4 sifat yang melekat pada Diri Sawerigading yakni
1.Getteng (Teguhpendirian)
2.Warani (Berani)
3. Lempuq (Jujur)
4. Macca (Pintar)
Ketegukan Sawerigading dalam mempertahankan Prinsipnya sangat lah kuat ini dilihat ketika berbagai cobaan dan godaan yang dating tidak menggetarkan semangatnya untuk tetap menggulung layer perahunya sebelum sampai di tujuannya. Godaan-godaan tersebut bukannya menyulutkan hati Sawerigading untuk pergi ke cina malahan cobaan-cobaan tersebutlah yang semakin membakar semangatnya untuk mencari cina. Maka dari itu Sawerigading juga dipanggil dengan sebutan La mampuara Elo (Orang yang tek terbantahkan). Untuk mempertahankan sifat Getteng (Teguh pendirian) harus dibarengi sifat Keberanian nya juga. Keberanian Sawerigading tertantang ketika Sewerigading dihadapkan oleh dua ancaman yakni Ancaman dalam dirinya sendiri dan kekuatan yang berasal dari luar diri manusia ketika iya dihadapkan bujukan, rayuan dan sesuatu yang mempesona yang dapat menlonggarkan dan melepaskan prinsip hidupnya. Disini membutuhkan keberanian moral yang luar biasa ketika mempertahankan yang mana dianggap benar dan dianggapnya salah
Keteguhan dan keberaniannya Sawerigading itu bukan saja terlihat dalam beberapa peristiwa kepada musuh-musuh sawerigading melainkan dalam hal mengungkapkan sejarah leluhurnya, perasaan hatinya, kebahagiaannya, maupun perasaan lain yang seharusnya di pendalam dalam hati. karena itu sifat teguh dan keberaniannyahanya dapat bila diiringi dengan kejujuran dalam bersikap, berbicara, maupun dalam bertindak.
Kejujuran yang dimaksudkan bukan saja jujur sesame manusia tetapi juga kepada diri sendiri dan kepada Dewa. Kejujuran Sawerigading terlihat saat Sawerigading berterus terang dan terbuka kepada pengawal-pengawalnya dan musuh-musuhnya. Kejujuran yang paling dramatis dalam kisah Sawerigading dalam epos la galigo yakni ketika sawerigading tidak berdaya melawan perasaan cintanya kepada saudara kembarnya yakni we tenriabeng. Sawerigading harus mengungkapkannya walaupun ia mengetahui resikonya sangatlah berat.
Peran Sawerigading sebagai tokoh magis terlihat saat para pasukan sawerigading kewalahan menghadapi pasukan-pasukan la tenrinyiwiq, sawerigading tumpuan terakhir dari mereka agar kiranya memohon kepada dewa untuk menurunkan bantuan di dunia dalam waktu sekejap bantuan itu turun dari langit dan menghancurkan pasukan-pasukan la tenrinyiwiq. Sedangkan peran Sawerigading sebagai seorang keturunan dewa ketika Sawerigading menghidupkan pasukan-pasukannya yang mati dalam peperangan, mendatangkan dan memberhentikan bencana yang dibuat oleh alam dan dapat berbicara kepada binatang-binatang
Peran Sawerigading sebagai raja terlihat ketika tahluknya para pengawal dan pasukan-pasukan sawerigading dalam perintahnya dialah penentu kebijaksanaan diatas perahu yang dikendarainya untuk mencari cina. Memerintah dan menjalankan tradisi kekuasaan yang diwarisi oleh leluhurnya.
Meskipun demikian Sawerigading bukannya seorang raja yang otoriter, segala sesuatu yang berhubungan dengan operasinalisasi kekuasaan dan pelaksanaan kerajaan dilimpahkan kepada para pembantu-pembantuhnya. Sawerigading adalah Seorang raja yang besar dan tak tertandingi, perahunya besar dan banyak perahu-perahu kecil yang mengiringinya,pasukan yang ribuan sebagai bukti akan kekuasaannya. Tujuh kali pasukan Sawerigading berperang dalam pencarian tanah cina enam pimpinan musuhnya semua mati dan kepalanya digantung diperahu sawerigading sebagai tandak keperkasaannya menumpas musuh
Fachruddin Ambo Enre,
dalam disertasinya berjudul Rintumpanna Welenrennge
(1993), mengemukakan tiga jenis pandangan tentang naskah
Sure’Galigo, yaitu sebagai naskah mitos dan legenda, sebagai naskah
sejarah dan sebagai karya sastra.
Pendapat yang menyatakan sebagai mitos dan legenda cukup
beralasan sebab dalam cerita tersebut terdapat ciri-ciri ceerita yang
berkaitan dengan mitos penciptaan oleh dewa di langit dengan mengirim
anaknya Batara Guru dan We Nyilitomo ke bumi. Batara Gurulah yang
menciptakan gunung, sungai, hutan dan danau.
Menyusuli kehadirannya di sana muncullah tanaman seperti :
ubi, ke;adi, pisang, tebu dan lainnya. Kekuatan supernatural yang
dimiliki para tokohnya, seperti naik ke langi, turun ke peretiwi, atau
menyeberang ke maja [ dunia roh ], kemampuannya meredakan angin
ribut dan halilintar, kesanggupannya menghidupkan kembali orang mati
dalam perang, gambaran tentang berbagai macam upacara, ritus dan
aspek budaya lainnya merupakan ciri-ciri cerita mitos yang umum.
Pandangan yang menyatakan bahwa cerita Sawerigading sebagai
legenda didasarkan pada benda-benda alam yang dihubungkan dengan
tokoh Sawerigading, seperti Bulupoloe di dekat malili, dikatakan sebagai
bekas tertimpa pohon Welenreng yang rebah karena ditebang untuk
dijadikan perahu oleh Sawerigading. Contoh lain, misalnya Batu cadas
di daerah Cerekang banyak diambil untuk dijadikan batu asah, disebut
sebagai kulit bekas tebasan pohon Welenreng itu. Digunung Kandora,
daerah mangkedek, tanah Toraja terdapat batu yang dianggap
penjelmaan We Pinrakasi, isteri Sawerigading yang meninggal dalam
keadaan hamil yang dijemput oleh Sawerigading di dunia roh.
Setiba kembali di bumi ia melahirkan seorang anak perempuan
yang diberi nama Jamallomo. Anak tersebut kemudian menjelma
menjadi batu. Gunung batu di daerah Bambapuang [ Enrekang ], yang
dari jauh nampak sebagai anjungan perahu, dianggap perahu
Sawerigading yang karam dan telah menjadi batu. Gong besar yang
terdapat di Selayar dianggap gongnya Sawerigading, yang selalu dibawa
berlayar dan dibunyikan setiap memasuki pelabuhan. Demikian pula
kepingin perahu yang terdapat di Bontote’ne dianggap perahu
Sawerigading.
Pandangan yang menyatakan bahwa cerita Sawerigading
mempunyai nilai sejarah, yaitu adanya kronik di Bone, Soppeng yang
menyatakan bahwa raja pertama mereka adalah Tomanurung yang
bersumber dari keturunan Sawerigading. Demikian pula kaum
bangsawan di Sulawesi Selatan, termasuk Luwu, menganggap bahwa La
Galigo dan Sawerigading adalah nenek-moyang mereka. Dalam silsilah
raja-raj di Sulawesi Selatan [Lontara Pangoriseng], di puncak silsilah itu
terdapat tokoh-tokoh La Galigo, Sawerigadin, Batara Lattu’ dan Batara
Guru. Menurut Mills, yang menciptakan silsilah itu raja-raja itu sendiri
untuk memperoleh legitimasi magis-religius yang menurut dugaan
meniru model-model kronik Jawa. Sebenarnya mereka tidak menyebut
tokoh Sawerigading sebagai tokoh sejarah , tetapi mereka mengklaim
bahwa tokoh-tokoh itu benar-benar ada, walaupun sebagian besar
ceritanya adalah fiksi.
Cerita Sawerigading dianggap sebagai karya sastra oleh beberapa
tokoh antara lain Raffles, Matthes, R.A. Kern, A. Zainal Abidin Farid,
cerita Sawerigading adalah sastra kuno yang dianggap suci oleh Bugis
tetapi bukan sejarah. Demikian pula Fachruddin menganggap Sure’
Galigo adalah sastra suci.
(1993), mengemukakan tiga jenis pandangan tentang naskah
Sure’Galigo, yaitu sebagai naskah mitos dan legenda, sebagai naskah
sejarah dan sebagai karya sastra.
Pendapat yang menyatakan sebagai mitos dan legenda cukup
beralasan sebab dalam cerita tersebut terdapat ciri-ciri ceerita yang
berkaitan dengan mitos penciptaan oleh dewa di langit dengan mengirim
anaknya Batara Guru dan We Nyilitomo ke bumi. Batara Gurulah yang
menciptakan gunung, sungai, hutan dan danau.
Menyusuli kehadirannya di sana muncullah tanaman seperti :
ubi, ke;adi, pisang, tebu dan lainnya. Kekuatan supernatural yang
dimiliki para tokohnya, seperti naik ke langi, turun ke peretiwi, atau
menyeberang ke maja [ dunia roh ], kemampuannya meredakan angin
ribut dan halilintar, kesanggupannya menghidupkan kembali orang mati
dalam perang, gambaran tentang berbagai macam upacara, ritus dan
aspek budaya lainnya merupakan ciri-ciri cerita mitos yang umum.
Pandangan yang menyatakan bahwa cerita Sawerigading sebagai
legenda didasarkan pada benda-benda alam yang dihubungkan dengan
tokoh Sawerigading, seperti Bulupoloe di dekat malili, dikatakan sebagai
bekas tertimpa pohon Welenreng yang rebah karena ditebang untuk
dijadikan perahu oleh Sawerigading. Contoh lain, misalnya Batu cadas
di daerah Cerekang banyak diambil untuk dijadikan batu asah, disebut
sebagai kulit bekas tebasan pohon Welenreng itu. Digunung Kandora,
daerah mangkedek, tanah Toraja terdapat batu yang dianggap
penjelmaan We Pinrakasi, isteri Sawerigading yang meninggal dalam
keadaan hamil yang dijemput oleh Sawerigading di dunia roh.
Setiba kembali di bumi ia melahirkan seorang anak perempuan
yang diberi nama Jamallomo. Anak tersebut kemudian menjelma
menjadi batu. Gunung batu di daerah Bambapuang [ Enrekang ], yang
dari jauh nampak sebagai anjungan perahu, dianggap perahu
Sawerigading yang karam dan telah menjadi batu. Gong besar yang
terdapat di Selayar dianggap gongnya Sawerigading, yang selalu dibawa
berlayar dan dibunyikan setiap memasuki pelabuhan. Demikian pula
kepingin perahu yang terdapat di Bontote’ne dianggap perahu
Sawerigading.
Pandangan yang menyatakan bahwa cerita Sawerigading
mempunyai nilai sejarah, yaitu adanya kronik di Bone, Soppeng yang
menyatakan bahwa raja pertama mereka adalah Tomanurung yang
bersumber dari keturunan Sawerigading. Demikian pula kaum
bangsawan di Sulawesi Selatan, termasuk Luwu, menganggap bahwa La
Galigo dan Sawerigading adalah nenek-moyang mereka. Dalam silsilah
raja-raj di Sulawesi Selatan [Lontara Pangoriseng], di puncak silsilah itu
terdapat tokoh-tokoh La Galigo, Sawerigadin, Batara Lattu’ dan Batara
Guru. Menurut Mills, yang menciptakan silsilah itu raja-raja itu sendiri
untuk memperoleh legitimasi magis-religius yang menurut dugaan
meniru model-model kronik Jawa. Sebenarnya mereka tidak menyebut
tokoh Sawerigading sebagai tokoh sejarah , tetapi mereka mengklaim
bahwa tokoh-tokoh itu benar-benar ada, walaupun sebagian besar
ceritanya adalah fiksi.
Cerita Sawerigading dianggap sebagai karya sastra oleh beberapa
tokoh antara lain Raffles, Matthes, R.A. Kern, A. Zainal Abidin Farid,
cerita Sawerigading adalah sastra kuno yang dianggap suci oleh Bugis
tetapi bukan sejarah. Demikian pula Fachruddin menganggap Sure’
Galigo adalah sastra suci.
Asal Muasal Manusia
Kepercayaan Masyarakat Bugis tentang kejadian-kejadian yang terjadi pada Naskah La Galigo sangatlah kuat. Sampai-sampai ada sebuah desa di bugis sendiri yang masih memakai kepercayaan tersebut menyembah Dewata yang di ceritakan pada Naskah La Galigo dan kitab suci mereka adalah naskah La Galigo, Agama tersebut adalah Agama To Lontang.Kalau begitu mari kita sedikit menyeberang ke jaman yang di tuliskan pada naskah La Galigo. Bagaimana adanya manusia pertama yang turun ke Bumi. Jika hal ini dikembalikan pada kepercayaan Islam memang tidak bisa ditangkap oleh akal sehat kita. Tetapi sebagai Masyarakat Bugis patut untuk di informasikan.
Di kehidupan ini mempunyai tiga tempat yakni Botting Langit yakni Kerajaan Langit dan Buri Liu yakni kerajaan bawah laut. Dewata yang memengang Kerajaan Boting langit yakni Datu Patoto dan Datu Palinge yang memiliki seorang anak sulung yang bernama Batara Guru sedangkan Dewata yang berkuasa di Kerjaan Bawah laut yakni Guru Risalle dan Sinau Toja. Kedua Dewata di tiap masing-masing kerajaan mengutus anak mereka agar turun kebumi untuk memimpin Kerajaan Bumi. Datu Patoto dan Datu Palinge Dari kerajaan Langit mengutus Batara Guru untuk memimpin Bumi sedangkan Guru Risalle dan Sinau Toja Dari Kerajaan bawah air mengutus putrinya We Nyili untuk mendampingi Batara Guru memimpin Kerajaan Bumi. Dari sinilah asal muasal Naskah La Galigo, Dari 7 keturunan Batara Guru ini yang nantinya ditelan Bumi (dikembalikan ke asalnya masing-masing Kerajaan langit Dan Kerajaan Bawah Air).
Epos Lagaligo
La galigo sebagai salah satu karya sastra yang mempunyai stuktur cerita yang besar, yang juga memuat beberapa sub-sub cerita yang terkandung didalamnya. Setiap sub cerita yang selanjutnya disebut episode, dapat dilihat dalam dua dimensi. Di satu sisi ia merupakan bagian cerita dari keseluruhan konstruksi la galigo, namun disatu sisi lain ia juga mempunyai cerita tersendiri dalam bingkai La Galigo. Jadi La Galigo mempunyai satu alur yang besar, yang didalamnya terdiri atas kumpulan beberapa episode, yang setiap episode juga mempunyai alur tersendiri, yang merupakan sub alur dari la galigo secara keseluruhan.Hal ini disebabkan antara lain karena panjangnya cerita yang melingkupi setiap tokoh, sehingga kadang-kadang tidak tertampung hanya dalam satu episode. Kadang – kadang satu cerita terdapat pada dua atau tiga episode, hal itu tergantung banyaknya peristiwa yang diceritakan
Alur Cerita Dari Epos La Galigo Dari Tanah Bugis
Alur Cerita pada Bagan Diatas :Pada episode sebelumnya, yakni episode ritumpanna welenrengnge (Penebangan pohon welenrenge) diceritakan bahwa Sawerigading putra mahkota dari raja luwuq ketika lahir, dalam keadaan kembar emas yakni kembar laki-laki dan perempuan. Karena dikhawatirkan akan saling jatuh cinta pada saat dewasa mereka berdua pun dipisahkan pada saat kecil dan tidak diperkenankan untuk bertemu.
Malang tak dapat ditolak, semua kekhawatiran yang selama ini ditakutkan tiba-tiba menjadi kenyataan dalam sebuah pesta besar di istina luwuq. Tanpa sengaja sawerigading melihat adik kembarnya We Tenriabeng. Saat itulah perasaan dan pikiran Sawerigading tidak pernah tentram lagi siang dan malam yang terbayang hanyalah adik kembarnya we tenriabeng.
Akhirnya perasaan itu ditumpahkannya dengan memberitahukannya dengan batara luwuq (Raja Luwuq). Dalam waktu sekejap batara Luwuq mengadakan rapat dewan adat untuk membicarakan masalah ini. Dan kesimpulannya peristiwa tersebut dianggap suatu pelanggaran adat yang sangat memalukan. Sebagai hukuman atas kelakuan sa werigading tersebut adalah pembuangan. Dan atas anjuran kembarnya we tenriabeng maka negeri yang dituju dalam pembuangan itu adalah negeri Cina. Karena di negeri cina terdapat putrid raja yang bernama I we cudai yang kecantikan dan kelembutannya tidak jauh beda dengan dirinya (we tenriabeng).
Dari sini lah bermula awal cerita inti dari la galigo yakni saat pelepasan sawerigading menuju negeri cina sampai tibanya dinegeri cina. Sementara itu seletah sawerigading pergi berlayar ke negeri cina, We Tenriabeng pun gaib ke botting langiq dan disana persta perkawinan We Tenriabeng menikah dengan Remmang Ri Langiq yang berlangsung dengan meriah dan tanpa di hadiri kedua orang tua We Tenriabeng.
Episode setelah Sawerigading tiba di cina, Menggambarkan Bagaimana Sawerigading Menyamar menjadi Ono (Hamba) Dan menyamar menjadi Penjual-Jual. Menyamaran tersebut dimaksudkan hanya untuk melihat Wajah We Cudai. Setelah melihat wajah We Cudai Sawerigading pun melamarnya. Tapi saying sekali lamaran Sawerigading ditolok oleh raja cina. Maka peperangan pun tak bias dielakkan. Setelah Sawerigading mengalahkan pasukan raja cina. Barulah perkawinan dilangsungkan antara Sawerigading dan We Cudai. Dari Perkawinan Sawerigading dan We Cudai ini Lahirlah Putera Sawerigading yang Bernama I La Galigo, yang selanjutnya menjadi sangat terkenal dan menjadi Judul dari Epik Besar La Galigo.
Mengenal Sawerigading
Sawerigading adalah tokoh utama dalam naskah la galigo meskipun bukan sebagai tokoh yang paling banyak berperan dalam pengisi alur dari awal sampai akhir dalam epos la galigo. Tetapi Sawerigading lah awal dari segala penyebab terjadinya semua peristiwa dan kejadian dalam epos la galigo.
Berdasarkan silsilah menerangkan bahwa Sawerigading adalah Cucu dari bataraguru yang mempunyai nama asli la togeq langiq penguasa bumi Sedangkan Nenek Sawerigading berasal dari kerajaan Buriq Liu (Kerajaan Bawah Laut/Air) Ketika Batara guru pertama kali Turun Ke bumi ia ditempatkan di atas bamboo Betung nah dari sinilah asal muasal Nama Sawerigading yang dimana terdiri dari 2 kosa Kata yakni Sawe dan ri rading yang dimana Sawe Artinya Menetas Dan Ri Gading yang artinya Di atas bambu betung. jadi Arti Sawerigading yakni Keturunan Dari Orang Yang menetas diatas Mambu Betung. Kemudian bataraguru mempunyai anak yang bernama batara lattuq yakni Bapak Sawerigading yang selanjutnya menjadi Cikal bakal Raja-raja Dibumi (kerajaan luwuq/bugis)
Nama-nama lain Sawerigading yang sering muncul dalam Epos La Galigo yakni, To Appanyompa (Orang yang disembah), La Maddukelleng, Langiq paewang (sang penggoyah langit), pamadeng lette (Pemadam halilintar), Sawe Ri sompa (Keturunan Orang yang disembah), La Pura Eloq (Orang Yang tak terbantahkan kemauannya), La Datu Lolo (Raja Muda), La Oro Kelling (Orang Oro kelling), La Tenritappuq (orang yang tak terkalahkan)
Karena itu dalam diri Sawerigading memiliki darah murni sang dewata sebagai perpaduan antara Dewa Langit (Bonting Langiq) dan Dewa bawah laut (Buriq Liu) yang ditempatkan di bumi sebagai penguasa. Karena anak dewa ini telah menjelma menjadi manusia maka seluruh kegiatannya dimuka bumi dilakukan dalam bentuk kehidupan manusia secara normal. Dengan demikian seorang tokoh Sawerigading mempunyai dua Sifat yakni Sifat nya sebagai anak dew`a yang memiliki kemahakuasaan dan sifat kemanusiaannya yang nampak dalam aktifitas kesehariannya sebagai manusia
Mengenal Sawerigading Part II
(Sebelum Membaca Artikel ini Baca Dulu Artikel Sebelumnya Yakni Mengenal Sawerigading Lebih Jauh Part I) Bagaimana Seorang anak dewa yang menghidupkan Orang-orang yang yang telah Mati setelah selesai berperang hanya dengan sesajen dan setuhan dari keris Sawerigading, Mendatangkan dan menghentikan amukan alam yang sangat ganas hanya dengan telunjuk Sawerigading, Sawerigading mampu berkomunikasi dengan binatang seperti halnya Sawerigading berkomunikasi dengan seekor Burung yang bernama La Dunru yang menyuruhnya menyampaikan pesan ke We Tenriabeng untuk naik ke botting Langiq untuk melaksanakan pernikahannya. Semua kejadian-kejadian tersebut membuktikan kebesaran dan kemahakuasaan Sawerigading dalam keturunan Dewa. Itulah sebabnya ia diberikan gelar Pamadeng Lette (Sang Pemadam Halilintar), Langiq Paewang (Sang Penggoyah Langit).
Karena Sawerigading telah menjelma sebagai manusia di bumi, maka ia tak lebih dari manusia-manusia lainnya yang berada di bumi yang dimana mempunyai kekurangan-kekuarangan sebagai manusia bumi. Bukti kemanusiaan Sawerigading ketika pada peperangan yang membuat sawerigading meminta bantuan kepada penguasa langit yang dimana Remmang ri langiq suami dari We Tenriabeng turun kebumi untuk membantu sawerigading untuk berperang saat Remmang ri langiq tiba di bumi, ia langsung memerintahkan Sawerigading untuk menyembah Remmang ri langiq sebanyak tiga kali sebagai bukti kemanusiaan sawerigading dengan pengakuan eksistensi ke dewaan Remmang ri langiq.
Sawerigading merupakan sosok manusia bugis yang mempunyai watak yang berdimensi ganda yakni cinta dan dendam, benci dan saying, tegar dan cengeng, lembut dan kasar, halus dank eras sejauh mana sifat tersebut mengejawantan dari pribadi sawerigading, bergantung dari rangsangan-rangsangan yang diterimanya dari luar ia tidak menerima kompromi hanya ada dua pilihan hitam atau putih
Karena itu, gambaran tentang sawerigading tidaklah sesempurnah dengan tokoh-tokoh pangeran yang seperti kita dengar sebelumnya. Kadang-kadang ia sangatlah cengeng sampai menangis terisak-isak lalu ia ditergur oleh pengawalnya agar ia berhenti dan tegap menghadapi kenyataan hidup dengan tegar. Hal seperti ini dapat dilihat ketika cinta sawerigading kepada adik kembarnya we tenriabeng ditolak oleh dewan adapt. Sawerigading juga memiliki sifat yang mudah tersinggung, emosianal, dan sering mengamuk sambil bembabi buta bila perasaan atau sirinya tampa mempertimbangkan resikonya.
Mengenal Sawerigading Part III
(Sebelum Membaca Artikel ini Baca Dulu Artikel Sebelumnya Yakni Mengenal Sawerigading Lebih Jauh Part II) Namun sebagai seorang pangeran ia juga memiliki sifat kejantanan dan keperkasaan. Sebagai putra bangsawan sawerigading seorang tokoh yang besar sebagai salah satu tanda kebesaran sawerigading ia selalu menggunakan pakaian kebesaran raja yang semua terbuat dari emas, berupa paying kebesaran yang terbuat dari emas, cincin emas yang semuanya rutun dari langit yang dibawah oleh leluhurnya, dipinggangnya selalu melekat keris emas sebagai symbol keberanian dan kejantangannya.
Ada 4 sifat yang melekat pada Diri Sawerigading yakni
1. Getteng (Teguh pendirian)
2. Warani (Berani)
3. Lempuq (Jujur)
4. Macca (Pintar)
1. Getteng (Teguh pendirian)
2. Warani (Berani)
3. Lempuq (Jujur)
4. Macca (Pintar)
Ketegukan Sawerigading dalam mempertahankan Prinsipnya sangat lah kuat ini dilihat ketika berbagai cobaan dan godaan yang dating tidak menggetarkan semangatnya untuk tetap menggulung layer perahunya sebelum sampai di tujuannya. Godaan-godaan tersebut bukannya menyulutkan hati Sawerigading untuk pergi ke cina malahan cobaan-cobaan tersebutlah yang semakin membakar semangatnya untuk mencari cina. Maka dari itu Sawerigading juga dipanggil dengan sebutan La mampuara Elo (Orang yang tek terbantahkan). Untuk mempertahankan sifat Getteng (Teguh pendirian) harus dibarengi sifat Keberanian nya juga. Keberanian Sawerigading tertantang ketika Sewerigading dihadapkan oleh dua ancaman yakni Ancaman dalam dirinya sendiri dan kekuatan yang berasal dari luar diri manusia ketika iya dihadapkan bujukan, rayuan dan sesuatu yang mempesona yang dapat menlonggarkan dan melepaskan prinsip hidupnya. Disini membutuhkan keberanian moral yang luar biasa ketika mempertahankan yang mana dianggap benar dan dianggapnya salah
Mengenal Sawerigading Part IV
(Sebelum Membaca Artikel ini Baca Dulu Artikel Sebelumnya Yakni Mengenal Sawerigading Lebih Jauh Part III) Keteguhan dan keberaniannya Sawerigading itu bukan saja terlihat dalam beberapa peristiwa kepada musuh-musuh sawerigading melainkan dalam hal mengungkapkan sejarah leluhurnya, perasaan hatinya, kebahagiaannya, maupun perasaan lain yang seharusnya di pendalam dalam hati. karena itu sifat teguh dan keberaniannyahanya dapat bila diiringi dengan kejujuran dalam bersikap, berbicara, maupun dalam bertindak.
Kejujuran yang dimaksudkan bukan saja jujur sesame manusia tetapi juga kepada diri sendiri dan kepada Dewa. Kejujuran Sawerigading terlihat saat Sawerigading berterus terang dan terbuka kepada pengawal-pengawalnya dan musuh-musuhnya. Kejujuran yang paling dramatis dalam kisah Sawerigading dalam epos la galigo yakni ketika sawerigading tidak berdaya melawan perasaan cintanya kepada saudara kembarnya yakni we tenriabeng. Sawerigading harus mengungkapkannya walaupun ia mengetahui resikonya sangatlah berat.
Peran Sawerigading sebagai tokoh magis terlihat saat para pasukan sawerigading kewalahan menghadapi pasukan-pasukan la tenrinyiwiq, sawerigading tumpuan terakhir dari mereka agar kiranya memohon kepada dewa untuk menurunkan bantuan di dunia dalam waktu sekejap bantuan itu turun dari langit dan menghancurkan pasukan-pasukan la tenrinyiwiq. Sedangkan peran Sawerigading sebagai seorang keturunan dewa ketika Sawerigading menghidupkan pasukan-pasukannya yang mati dalam peperangan, mendatangkan dan memberhentikan bencana yang dibuat oleh alam dan dapat berbicara kepada binatang-binatang
Peran Sawerigading sebagai raja terlihat ketika tahluknya para pengawal dan pasukan-pasukan sawerigading dalam perintahnya dialah penentu kebijaksanaan diatas perahu yang dikendarainya untuk mencari cina. Memerintah dan menjalankan tradisi kekuasaan yang diwarisi oleh leluhurnya.
Meskipun demikian Sawerigading bukannya seorang raja yang otoriter, segala sesuatu yang berhubungan dengan operasinalisasi kekuasaan dan pelaksanaan kerajaan dilimpahkan kepada para pembantu-pembantuhnya. Sawerigading adalah Seorang raja yang besar dan tak tertandingi, perahunya besar dan banyak perahu-perahu kecil yang mengiringinya,pasukan yang ribuan sebagai bukti akan kekuasaannya. Tujuh kali pasukan Sawerigading berperang dalam pencarian tanah cina enam pimpinan musuhnya semua mati dan kepalanya digantung diperahu sawerigading sebagai tandak keperkasaannya menumpas musuh.
SILSILA SEWERIGADING
Mungkin klo kita mau bercerita mengenai La Galigo, Budaya Bugis tidak akan pernah ada ujungnya. La galigo sendiri memang Epos terpanjang di Dunia dan Epos La galigo ini melebihi kepanjangan epos mahabarata (budaya india).
Berikut ini adalah silsilah Sewerigading dalam epos Budaya Bugis La Galigo
Bismillahirrohmannirrohiim..
BalasHapus(Mohon MAAF bila ada salah penulisan nama, seperti tertulis di BUKU AGENDA Puang Hj-Ambo ku)
Puatta Peta Linru Tolaga ( UPU SAMUDRA ) + ... - > menurunkan : Petai Paoe + ... , & Peta Nyili Timo.
PETA NYILI TIMO + ... -> Petta Lampopakka ( Manurung ) Keramat di Ujungkessi.
PETAI PAOE + ... -> A. TULLA (Latula) Peta Pasirinna + ... -> Peta Cella Lowa + ... -> Puanna Lario ( Sul: Lowa ) + Sanro Ade Lowa / Angkuru -> Andi Waru ( i waru ) + Laboa -> Pu Makatta ( i makatta ) + Pu Laewa -> Pu Ampe ( La Nongko , KAPTEN TOKADDE) + Pu Boko ( i boko ) -> LA PALARI (Kakekku) + I PATIMANG. ( adakah anda FAMILY ku .. - FACEBOOK : idjum syaryati ( Umi Aco )
Bagi yang berminat buka la galigo RA Kern silahkan kunjungi lapak kami https://www.bukalapak.com/p/buku/sastra/7dau4-jual-buku-i-la-galigo-ra-kern?search_id=94ac4679-d6f3-4aef-a364-09dd4b9598f1&view_mode=grid&from=searc
BalasHapusAllah Yang Maha Tinggi memberikan kekuasaan kepada Rasulullah SAW untuk menunjukkan mukjizat seperti yang telah Dia berikan kepada nabi-nabinya terdahulu. Jika Rasulullah SAW mau, beliau bisa berdoa kepada Allah SWT dan atas izin-Nya, banyak peristiwa luar biasa yang akan terjadi. Namun, beliau ingin agar orang-orang berfikir dan menemukan jalan yang benar dengan pikiran mereka sendiri.
BalasHapusSaat itu, Rasulullah SAW yang terlihat semakin rupawan di bawah sinar rembulan, terlebih dahulu berdoa agar orang-orang sesat itu menemukan jalan yang benar. Kemudian beliau mengarahkan telunjuknya ke bulan. Sinar perak dengan cahaya bintang terlihat membentang diatas mereka. Rasulullah SAW membuat garis dari bagian atas bulan hingga ke bawah.
hm saya kebetulan masih satu rumpun dengan Sawerigading. Ingat Sawerigading jadi ingat durian sawerigading yang nikmat. selain durian ada pula kapurung. kapurung ini makanan khas luwu yang rasanya uenak bangets. ayo berkunjung ke blog saya kalau mau tau apa itu kapurung di :
BalasHapuscopy paste aja ke browser anda.
http://caramembuatkapurung.blogspot.co.id/2016/01/danau-matano-akhirnya-kita-jumpa-lagi.html
I La galigo adalah karya sastra luwu,kenapa demikian karna tokoh yg ada dalam kitab lagaligo adalah dari tana luwu. Trus knapa dikatakan karya sastra bugis? Luwu ya luwu.bugis ya bugis. Tabee
BalasHapusdasar anak lulusan SD luh.. kalau tidak tau membaca tidak usah komentar, maka nya belajar pahami dan cerna itu bahasa tanah bugis. kemanapun kamu pergi sampai luar negeri tetap tanah bugis bukan tanah luwu,, karna luwu itu daerah bukun suku dasar orang buntu.
BalasHapus